Latest Posts

Tuesday, August 9, 2011

SBY Akan Jadi Presiden Pertama Yang Diadili

Jakarta (SI ONLINE) – Mantan Menko Perekonomian Kabinet Gus Dur, Dr Rizal Ramli berani memprediksi SBY menjadi presiden pertama yang akan diseret ke meja hijau karena kejahatan politiknya selama berkuasa. Kejahatan SBY antara lain kasus Bank Century, rekayasa pembunuhan Nasruddin dimana mantan Ketua KPK Antasari Azhar menjadi korbannya dan kejahatan IT Pemilu 2009 lalu.

“Kami meminta Jenderal SBY untuk mundur dari jabatannya secara baik-baik. Jika tidak, tunggu sehabis Lebaran nanti akan kita selesaikan. Saya akan meminta Menlu AS Hillary Clinton untuk menyediakan pesawat khusus bagi SBY untuk kabur ke Hawaii sebagaimana Presiden Filipina Ferdinand Marcos dulu. Saya yakin setelah lengser etapi tidak segera kabur keluar negeri, SBY akan menjadi presiden pertama yang diajukan ke pengadilan karena kejahatan politiknya. Saya kira Indonesia harus mencontoh Taiwan dan Korsel dimana mantan presidennya juga diadili karena kejahatannya selama berkuasa.”

Hal itu dikatakan Rizal Ramli dalam ceramahnya pada Milad Partai Bulan Bintang ke-13 di DPP PBB Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad (17/7/2011). Milad dengan tema “Konsistensi Perjuangan untuk Kemaslahatan Bangsa” tersebut dihadiri Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, Ketua Umum PBB MS Ka’ban, Ketua PBB DKI Jakarta Mujahiddin Sulaiman serta ribuan kader dan simpatisan PBB se DKI Jakarta.

Menurut Rizal Ramli, sekarang ini Indonesia sedang berada di persimpangan jalan dimana sekelompok bandit menguasai negara dan membawanya pada kehancuran. Politisi kawakan itu mencontohkan kasus bailout Bank Century yang merupakan kasus kriminal perampokan uang rakyat secara terang-terangan. Uang hasil rampokan itu ternyata digunakan untuk kampanye pemilu 2009 sehingga memenangkan partai berkuasa.

“Menurut salah seorang pemagang saham Bank Century yang sekarang berada di luar negeri, waktu itu pihaknya hanya meminta bailout sebesar Rp 1,4 triliun, tetapi malah dikasih Rp 6,7 triliun. Ternyata uang tersebut digunakan untuk memenangkan pemilu 2009 secara curang dan tidak sah. Pemerintahan SBY memang pembohong,” ungkap Rizal Ramli.

Mengenai kejahatan yang dilakukan KPU selama pemilu 2009, Rizal Ramli meminta agar KPU segera dibongkar kejahatannya. UU Pemilu harus diperbaiki karena tidak fair dan tidak adil. Apalagi pada pemilu lalu tidak ada pengamat asing yang memantau, sehingga kejahatan partai penguasa tidak terpantau dan akhirnya menjadi pemenang pemilu.

Sementara itu Ketua Umum Partai Hanura, Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengharapkan agar PBB menjadi partai terdepan dalam melawan kebatilan. Sebab sekarang ini banyak kebatilan terjadi di masyarakat. Jika itu terus berkembang, maka rakyat Indonesia akan melawannya.

“Indonesia butuh perubahan untuk menuju kepada yang lebih baik, seperti diisyaratkan dalam Al Qur’an dimana Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu bangsa sebelum berusaha untuk merubahnya,” ungkap Wiranto yang juga mengutip Hadist Nabi Muhammad SAW tersebut.

Selanjutnya Wiranto sependapat dengan Rizal Ramli dimana Pemilu 2009 lalu adalah pemilu terjelak selama ini, karena diliputi dengan manipulasi, ketidakadilan dan ketidakjujuran.

“Kalau pemilu yang memilih pemimpin diliputi dengan kecurangan dan ketidakjujuran, saya yakin pemimpin yang dihasilkannya pasti tidak sesuai dengan harapan rakyat,”tegas mantan Panglima ABRI tersebut.

Menurut Wiranto, pemimpin bukanlah penguasa tetapi pesuruh rakyat. Pemimpin yang dipilih dari hasil pemilu yang curang jangan berlagak seperti raja. Memang sistim kenegaraan kita sekarang sudah rusak sebagai akibat dari pemimpin yang tidak jujur dan hanya mementingkan kelompoknya sendiri.

Sedangkan MS Kaban menghimbau rakyat agar nanti pada Pemilu 2014 jangan salah dalam memilih pemimpin, sebab resikonya akan sangat besar. Jika pemimpin tidak menghargai amanah, maka akan ditinggalkan oleh amanah.

“Jangan memanfaatkan kekuasaan hanya untuk membunuh karakter orang lain, seperti yang dialami Ketua Majelis Syuro PBB, Yusril Ihza Mehendra. Meski berhasil menjungkalkan Jaksa Agung dan membuat malu Jaksa yang mencekal dirinya, namun nasib Yusril sampai sekarang tetap disandera oleh penguasa,” ungkap MS Ka’ban./ (suara-islam.com)
read more...

SBY Sedang Jalankan Politik Kejahatan

Dalam teori kejahatan, ada dua istilah yang mirip namun maknanya berbeda. Yakni, politik kejahatan dan kejahatan politik.

Dijelaskan pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens, kejahatan politik merupakan tindakan melanggar hukum yang dilakukan warganegara dengan merusak simbol negara, atau melawan kepemipinan negara yang subversif.

"Tapi kalau politik kejahatan, segala taktik, manuver, tindakan politik yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa untuk membungkam segala bentuk suara kritis, dalam bentuk kritik yang dilakukan warganegara," ujar Boni di Doekoen Coffe, Jakarta, Senin 8 Februari 2010.

Ditegaskan Boni, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tengah menerapkan politik kejahatan dengan cara menerapkan perangkat-perangkat demokrasi yang bertujuan membungkam suara rakyat dan lawan politiknya.

Praktek itu, kata dosen Fisip di UI ini erat kaitannya dengan negara diktator. Hanya saja, cara yang dilakukan SBY berbeda. "Diktator itu ada dua cara, yang hard dan yang soft. Kalau SBY itu menjalankan cara yang soft," jelasnya.

Terkait demonstrasi massa dengan membawa hewan, Boni menegaskan, Presiden tidak perlu marah dengan hal tersebut. Sebab katanya, substansi permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini bukan pada hewan yang dibawa massa. Melainkan, lambannya pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.

"Presiden tidak usah marah soal kerbau. Berapa ekorpun di istana, itu tidak penting untuk dibahas. Yang perlu ditanyakan adalah, kenapa ada kerbau di istana," katanya.

Ditambahkan Boni, kerbau dan hewan lainnya itu ada karena ada pemerintah SBY dinilai lamban dan tidak jujur. "Itu kan dasarnya. Maka, terbukalah, bertanggung jawablah terhadap kritik dan segera berbenah diri," tegasnya.

source:vivanews.com
read more...

SBY Terlibat Tragedi Kudatuli?

JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning menduga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlibat dalam tragedi kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat pada 27 juli 1996 silam.

Oleh karenanya, dia mendesak DPR membentuk pansus tragedi berdarah 27 Juli dan merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc.

Menurut Ribka, kasus tersebut hingga kini belum jelas ujungnya. Para pelaku pun masih bebas berkeliaran tanpa tersentuh proses hukum. Meski adanya proses pengadilan, kata Ribka pengadilan tersebut bukanlah Pengadilan HAM, melainkan hanya sebatas koneksitas yang penuh intervensi dari kekuatan orde baru yang tersisa saat itu.

"Yang menjadi terdakwa juga terbatas, hanya di kalangan bawahan. Tidak menyentuh mantan Presiden Soeharto, Faisal Tanjung mantan Panglima ABRI Syarwan Hamid mantan Kasospol. Soesilo Bambang Yudhoyono juga tidak tersentuh," kata Ribka dalam siaran pers yang diterima okezone, Rabu (27/7/2011) malam.

Ribka menjelaskan, dokumen dari Laporan Akhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) menyebut adanya pertemuan pada tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya yang dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

Saat itu turut pula hadir Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat tersebut kata Ribka, SBY memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan Kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya.

"Secara tegas kami menyimpulkan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono yang saat itu Kasdam Jaya patut diduga terlibat dalam Peristiwa 27 Juli. Peristiwa 27 Juli merupakan pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat karena negara (pemerintahan Soeharto) terlibat dan melakukan tindak kekerasan, pembunuhan, penangkapan, teror, intimidasi, pemenjaraan, secara meluas dan sistimatis kepada masyarakat sipil," bebernya.

Ribka juga mendesak Komnas HAM untuk membentuk tim penyidik kasus 27 Juli pro justicia.

"Tanpa menunggu proses pengadilan HAM ad hoc kasus 27 Juli terlebih dahulu negara harus segera merehabilitasi nama baik para korban yang dituduh terlibat kerusuhan 27 Juli, baik yang diadili dengan KUHP dan UU Subversi. Memberi kompensasi kepada korban baik yang meninggal, cacat permanen, kehilangan mata pencarian, maupun kehilangan harta benda," jelas Wakil Ketua Komisi IX DPR itu.

source:http://news.okezone.com/
read more...

Monday, August 8, 2011

SBY: Saya Merasa Diadu-domba

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkejut dan merasa diadudomba dengan munculnya isu rencana pencopotan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bukan hanya itu, diembeli pula dengan rumor mengganti Sri Mulyani dengan seseorang berinisial AA.

“Tiba-tiba di negeri kita ini muncul suasana politik yang menurut saya rada aneh dan cenderung tidak sehat," ujar SBY. "Politik intrik, pecah belah, adu domba, fitnah, fiksi, sesuatu yang tidak ada menjadi ada, atau sesuatu yang keluar dari konstitusi," ujarnya.
"Contoh saya mendapat berita yang menyebutkan presiden akan segera mengganti Menteri Keuangan dan mengganti orang berinisial AA,” kata Presiden SBY saat membuka dan memberi pengarahan pada rapat kerja nasional (rakernas) ke VI Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di pendapa Muda Graha Kabupaten Madiun, Selasa 19 Januari 2010.

Isu rencana pencopotan Menkeu tersebut tak saja berembus di Jakarta, tapi juga di luar negeri. “Apa yang terjadi? Kemungkinan spekulan bekerja mengganggu stabilitas pasar. Berita yang mengejutkan. Ini politik keji, politik adu domba. Mungkin mengadu domba antara menteri keuangan dengan presiden. Itu keratif yang buruk, yang tidak amanah,” kata Presiden.

Dia melanjutkan, “Ada yang meminta saya mewaspadai situasi ini.Saya tidak tahu siapa AA itu. Sumbernya katanya dari Golkar, ini bisa saja mengadu domba antara saya dengan Pak Ical (Ketua Umum Partai Golkar).”


Presiden mengaku prihatin atas isu yang disebutnya sebagai politik adu domba tersebut. “Kenapa di negeri ini tiba-tiba muncul peristiwa politik seperti ini. Dulu pernah terjadi seperti itu, seharusnya sekarang dengan berkembangnya proses berdemokrasi tidak ada lagi hal seperti itu. Akibatnya rakyat menjadi takut bayangan peristiwa seperti dulu yang menakutkan,” kata Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.

Di hadapan bupati seluruh Indonesia yang mengikuti rakernas Apeksi, Presiden SBY meminta semua pihak mencegah mafia hukum. Kalau penegakan hukum dijalankan dengan tertib, menurut dia, akan menjamin rasa keadilan bagi semua warga.

Kepada aparat penegak hukum, dia juga meminta memberi keterangan kepada pers secara benar. Karena bila salah memberikan keterangan, kemudian orang yang baru saja dimintai keterangan sebagai tersangka yang belum tentu bersalah diberitakan melakukan korupsi miliaran rupiah, tujuh keturunan akan menanggung rasa malu.

source:vivanews.com/
read more...

Ahirnya SBY Bicara

Setelah memuat wawancara panjangnya di beberapa media cetak nasional, malam ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara panjang lebar dalam rekaman yang ditayangkan di dua stasiun swasta, Rabu (25/2). Apa yang bisa dimaknai dari penjelasan SBY, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu?


Pengamat komunikasi politik, Effendi Gazali, melihat ada beberapa esensi yang terkandung dari Akhirnya SBY Bicara itu. Salah satu esensi yang dipertanyakan Effendi adalah apakah ini dapat digolongkan sebagai kampanye?

"Masalahnya, itu dapat digolongkan sebagai kampanye atau enggak ya? karena kalau masuk kampanye, ini kan masih masuk kampanye legislatif. Belum kampanye capres. Jadi, menurut saya, (hal ini) masuk wilayah abu-abu," ujar Effendi saat dihubungi Kompas.com, Rabu malam.


Pada salah satu bagian wawancara, SBY mengatakan, jika terpilih kembali sebagai presiden, ia akan mengutamakan integritas dan kapasitas.

"Tapi pertanyaan itu bukan hanya ditanyakan ke SBY, ke Mega juga karena Mega juga kan pernah tampil di satu acara TV," lanjutnya.

Effendi menambahkan, hal yang harus diketahui, apakah blocking time kurang lebih satu jam itu dibeli atau tidak. "Atau, apakah itu memang karena stasiun TV-nya yang butuh sebagai karya jurnalistik. Kalau dibeli, ini kontra produktif," kata dosen Ilmu Komunikasi UI ini.

Dalam pandangan lainnya, Effendi mengatakan, sebagai pemimpin, SBY memang punya hak untuk menjelaskan berbagai persoalan yang ada. Hal ini, menurutnya merupakan salah satu keuntungan incumbent. "Orang juga butuh penjelasan," ungkap Effendi.

Meluruskan berbagai persoalan yang muncul, dikatakan Effendi, juga harus diberikan kepada SBY seperti layaknya para tokoh lain berbicara.

source:kompas.com
read more...

SBY Pengganti Gus Dur?

Jakarta - Gus Dur telah direstui kiai khos NU untuk menjadi calon presiden. Seriuskah Gus Dur? Banyak pihak memprediksi pada suatu saat nanti, Gus Dur akan menunjuk penggantinya sebagai calon presiden dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-kah?

Seribu satu skenario memang bisa saja terjadi menjelang Pemilu 2004 ini. Frekwensi pertemuan-pertemuan politik terkait pemilihan presiden diduga juga akan terus meningkat.

Termasuk isu Gus Dur akan menunjuk sang pengganti sebagai capres PKB bisa jadi benar atau tidak. Isu skenario seperti ini sendiri beredar di kalangan NU dan politisi PKB. Tujuannya, tentu untuk mengalahkan Megawati. Apalagi, selama ini Gus Dur masih tidak mau bertemu dan bersalaman (baca: dendam pribadi) dengan Megawati, terkait pelengserannya tahun 2001 lalu.

Nah, untuk bisa menandingi Megawati, sampai sekarang, nama SBY-lah yang disebut-sebut. Sejumlah polling juga mengatakan demikian.

Bahkan, SBY diprediksi bisa menggalang suara non-PDIP, bisa digunakan untuk membentuk skenario mirip ‘poros tengah’ dalam Pemilu 1999 lalu. Runtang runtungnya Gus Dur dengan mantan Menko Polkam Wiranto selama ini juga diduga untuk membahas skenario ini.

Menurut sumber-sumber di kalangan NU, Gus Dur sendiri sebenarnya sudah paham, tidak mampu bersaing dalam pemilihan presiden nanti. Apalagi, Gus Dur memiliki kendala kesehatan, yang selama ini dipermasalahkan banyak orang.

Bagaimana dengan massa PKB dengan penunjukan ini? Karena Gus Dur sudah didaulat sebagai capres resmi PKB dan telah mendapat restu kiai khos NU, menurut sumber itu, maka semuanya terserah Gus Dur. Gus Dur juga tidak harus perlu meminta pertimbangan kepada PKB.

Tanda-tanda Gus Dur melirik SBY juga sudah ada. Meski SBY termasuk pembantunya yang mundur dari kabinet menjelang kejatuhannya, Gus Dur tetap saja memuji SBY sebagai aset yang bagus. Bahkan, Gus Dur menilai, bila SBY mundur, maka pemerintahan bisa berantakan.

Seberapa besar peluang skenario itu? Pengamat politik J Kristiadi tidak yakin dengan skenario SBY akan menggantikan Gus Dur. Namun, menurut dia, kemungkinan Gus Dur menunjuk penggantinya, sangat besar terjadi.

Ini terkait dengan kesehatan jasmani Gus Dur yang masih jadi kendala. Namun, bila skenario itu yang terjadi, Kristiadi melihat Gus Dur akan lebih mungkin menunjuk Wiranto daripada SBY.

“Tapi, ini sebenarnya sulit ditebak. Selama ini yang kita ketahui, Gus Dur masih merupakan misteri. Dan dia sekarang kan dekat dengan Wiranto. Mungkin saja, Wiranto yang akan dipilihnya,” kata Kristiadi kepada wartawan seusai menjadi pembicara dalam pengumuman hasil polling mutakhir Soegeng Sarjadi Syndicated dengan tema ‘the Puzzle Goes On’ di Hotel Regent, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (10/3/2004).

Sementara itu, cendekiawan yang juga pengamat politik Moeslim Abdurrahman menilai SBY memang bisa menjadi menandingi Megawati. Syaratnya, SBY harus bergabung dengan manuver anti Mega mulai sekarang. “Seharusnya SBY bergabung dengan manuver anti Mega dan ikut dalam barisan di sana,” kata Moeslim.(asy)

source:http://detik.com
read more...

Sunday, August 7, 2011

SBY Terlibat Tragedi 27 Juli

JAKART, KOMPAS.com - Susilo Bambang Yudhoyono dianggap ikut teribat dan harus bertanggung jawab atas tragedi berdarah 27 Juli 1996. Pernyataan ini disampaikan Marihot Napitupulu, salah seorang pelaku dan saksi sejarah 27 Juli.

"(Brigjen) Susilo Bambang Yudhoyono saat itu Kasdam Jaya. Dia yang memimpin rapat tanggal 24 Juli (1996) yang merencanakan perebutan kantor PDI," ungkap Marihot saat berorasi dalam acara Mimbar Bebas peringatan Tragedi 27 Juli di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, Rabu (27/7/2011) .

Operasi perebutan kantor PDI, menurut Marihot, dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada waktu itu. Operasi dilakukan karena menganggap mimbar bebas di Kantor PDI saat itu telah merencanakan kegiatan makar.

"Faisal Tandjung, Pangab waktu itu sudah menyatakan di Diponegoro 58 ada gerakan dan program-program makar. Syarwan Hamid (Kasospol ABRI saat itu) juga menyatakan hal yang sama," kata Marihot yang ikut terlibat mempertahankan kantor PDI.

Kewenangan untuk menjalankan operasi kemudian dilimpahkan ke Kodam Jaya. SBY yang saat itu menjabat Kepala Staf Kodam memimpin koordinasi. "Operasi lapangannya memang dipimpin oleh (Kolonel) Tritamtomo dari Brigif 1 Kodam Jaya," ujarnya.

Menurut Marihot, pernyataan bahwa yang menyerbu adalah kubu PDI Soerjadi hanyalah informasi yang keliru. "Yang menyerbu adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Itulah sebabnya kasus ini tidak pernah dituntaskan," katanya.

Marihot menyayangkan pernyataan Komnas HAM periode lalu bahwa tidak ada indikasi pelanggaran HAM dalam peristiwa yang dikenal dengan Sabtu Kelabu itu. "Itu memang menyakitkan karena banyak teman yang terluka bahkan ada yang meninggal dunia," katanya.

source:kompas.com
read more...